Tanjungkerta 27 Agustus 2013
Pernah lihat pemandangan seperti ini?
Itu adalah anak sekolah dari kampung warungjati hendak pergi
menuju Madrasah di kampung gandasoli. (Kaget ?..., sama…), photo tersebut di
ambil ketika awal musim kemarau tahun ini, kebayang nggak kalo musim hujan? Saat musim
kemarau debet air di sungai Ciranjang ini memang sedikit, tapi lumayan cukup
deras.
Menurut informasi yang diperoleh, apabila musim hujan anak-anak
tersebut harus mengambil jalan memutar melewati jembatan yang paling dekat,
sehingga jarak yang di tempuh untuk
sampai ke madrasah kurang lebih 6 KM. Memang
ada fasilitas ojeg (ongkosnya 6 rebu) yang nantinya akan di ganti oleh pihak
madrasah (hebat tuh madrasah, udah di kasih ilmu, dikasih ongkos lagi….), tapi
kayanya kalo ada jembatan di lokasi tersebut tentunya pihak madrasah dapat
lebih memanfaatkan biaya ganti ongkos tersebut guna biaya operasional madrasah
yang lebih bermanfaat.
Ini adalah pemandangan di sekitar lokasi tersebut,
Sawah nan hijau, yup…, masyarakat di kampung warungjati dan
gandasoli ini banyak yang bertani, ada warga warungjati yang mempunyai lahan di gandasoli atau pun
sebaliknya, mereka berharap ada akses yang aman dan dekat guna keperluan mengangkut hasil panen serta
dalam pengolahan lahan.
Intinya, dua warga kampung tersebut memerlukan suatu akses
yang lebih dekat yang dapat menghubungkan
dua kampung tersebut.
Melihat hal seperti itu PNPM mandiri dengan dimotori oleh
fasilitator dari kecamatan tanjungkerta menggarap usulan pembangunan jembatan
gantung dengan kabel seling. Mas Witjaksono sebagai fasilitator teknik Kecamatan
Tanjungkerta dengan antusiasnya memberikan informasi kepada penulis serta
sharing yang cukup banyak tentang pembangunan jembatan gantung ini .
Fasilitator Kecamatan Tanjungkerta di TKP |
(alhasil mas witjak yang memang orang sipil menerangkan
dengan antusias, dan saya yang tidak paham mengenai sipil mengangguk angguk
tanda setuju…. Hehehehe….).Eh ada satu lagi tentang mas Witjak, orang sunda bilang, “pameugeut mah kasep sareng wibawa teh katingalna
pas kakolotnakeun” nah, kalo saya lihat, dalam sosok mas Witjak statement itu
berlaku, tapi dalam diri saya kenapa tidak yah ?…..ckckckckck ada yang salah
ini… hahahahaha…..
Kembali ke jembatan gantung,
ini adalah jembatan
gantung yang di bangun tidak jauh dari lokasi penyeberangan anak sekolah seperti
photo di atas dan masih dalam tahap finishing di bulan Agustus 2013.
yang lama dalam pembangunan jembatan gantung ini adalah tahap
persiapannya menurut mas Witjak, tahapan persiapan tersebut diantaranya
pemasangan pondasi abutmen, pondasi angker dan lain sebagainya, sedangkan untuk
tahap fabrikasinya (perbengkelan) memerlukan waktu 2 minggu, dan untuk
pemasangannya sendiri hanya memerlukan waktu 1 minggu.
Menurut mas Witjak jembatan ini menghabiskan biaya kisaran
Rp. 196.000.000 dengan dana swadaya yang kurang lebih sebesar Rp. 11.800.000
yang di hitung dalam material dan tenaga kerja.
Panjang bentang antar abutmen adalah 30 meter dan lebar
jembatan itu sendiri adalah 1,5 meter. Seperti
konstruksi jembatan gantung lainnya jembatan ini menggunakan besi penyangga
yang tingginya 6 meter serta kawat seling dengan diameter 1,25 inch.
Selain sebagai jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki, jembatan
ini nantinya dapat dilalui juga oleh
roda dua.
Oke mas, posting selanjutnya di tunggu nih…., (tentang
proses pembangunan jembatan gantung ini), mas Witjak sebagai perancang , pembuat RAB serta
yang mengawasi pembangunan jembatan gantung ini tentunya mau berbagi dengan
yang lain, saya yakin banyak yang membutuhkan informasi tentang program PNPM
MPd dalam hal pembangunan jembatan gantung dengan menggunakan kabel seling ini.
Oh iya, penulis sempet nanya bagaimana respon masyarakat di
dua kampung tersebut?, mas witjak menjawab, mereka senang terlihat dari
senyuman setiap warga yang melihat atau melewati jembatan itu.
Salut mas, tetap semangat sebagai Fasilitator Teknik Pemberdayaan.